Langsung ke konten utama
Selamat datang di Catatan Alvi - Sebuah jejak pemikiran. Karena saya mulai mudah lupa.

Belajar Memaafkan Tanpa Menunggu Permintaan Maaf — Cara Jadi Kokoh Biar Nggak Selamanya Terikat Luka

Hai guys. Dengan gw Alvi. Gw mau bahas satu hal yang sering dianggap sepele tapi berdampak besar, yaitu  kita diajarin minta maaf sejak kecil , tapi jarang diajarin gimana caranya memaafkan orang (sekalipun orang itu nggak pernah minta maaf). Bagus sih anak harus diajar minta maaf karena itu soal tanggung jawab. Ketika salah maka harus minta maaf supaya dimaafkan. Biasanya anak kecil disuruh salaman sama orang tua atau guru. Dan kebiasaan tersebut bisa membuat kita menyimpulkan kalau memaafkan itu harus ada yang duluan minta maaf. Masalahnya, kalo kita cuma bisa memaafkan kalau ada kata "maaf" duluan, hidup bakal penuh tunggu-tungguan. Padahal, memaafkan tanpa diminta itu penting buat kesehatan hati kita sendiri. Bayangin aja, orang udah minta maaf aja belum tentu kita bisa maafin, apa lagi ini orangnya gak sadar kalau sudah melukai kita. Waktu kecil kemungkinan kita tinggal di lingkungan homogen . Misalnya kaya gw, tinggal di lingkungan yang mayoritas beragama Katolik dan ...

Sabar Itu Bukan Tentang Diam, Tapi Tentang Kokoh

Hai guys. Dengan gw Alvi. Kali ini gw pengen ngomongin soal sesuatu yang sering bikin salah kaprah yaitu tentang sabar. Banyak orang nganggep sabar itu ya cuma diam (nahan suara, nahan omelan, pura-pura adem.) Padahal menurut gw, sabar itu bukan diam. Sabar itu tentang kokoh yaitu berdiri tegak, tenang, dan nggak gampang goyah, baik dari luar maupun dari dalam.

Diam Belum Tentu Sabar

Banyak banget orang salah menilai ketika melihat seseorang tetap diam disaan seharusnya dia marah lalu dianggap orang itu sabar. Padahal kadang diam itu adalah tanda orang lagi menyimpan amarah. Bisa nanti meledak, atau malah jadi racun yang dipendam lama-lama. Dari kecil gw selalu dianggap orang yang kalem dan sabar karena terlihat jarang melawan ledekan teman. Mereka gak tau kalau gw gak diam di dalam hati. Semakin gw dewasa gw makin sadar kalau sebenarnya selama ini keseringan diam gw adalah bukan karena sabar. Gw rapuh didalam. Gw marah, gw ngatain balik temen gw dan gw merencanakan supaya orang ini nantinya ngerasain yang gw rasakan. Hahaha. Tapi itu dulu. Sekarang gw mencoba untuk gak ambil pusing atas hal - hal yang terjadi di luar kendali gw. Gw saranin kalian untuk baca artikel gw lainnya yang berjudul Seorang Pendiam di Tengah Dunia Bermulut Ribut.

Sabar yang bener nggak cuma soal mulut yang nggak ngomong. Yang ngebedain sabar sama sekadar diam adalah keadaan batin. Kalau sabar, di dalam hati tuh tetap tenang (nggak ada dendam, nggak ada ngumpetin kebencian, nggak ada otak yang sibuk nyusun balas dendam.) Sabar itu kokoh alias lu bisa tahan godaan buat marah karena lu punya pegangan, bukan karena lu cuma capek buat berdebat.

Contoh gampangnya: Ketika di jalan lagi macet total, ada yang klakson berulang-ulang, ngegas, teriak-teriak (itu emosi luar.) Ada juga yang diem, tapi di dalam hatinya udah penuh sumpah serapah (itu nahan.) Sedangkan orang yang sabar? Dia tetap tenang, nafas panjang, cari jalan lain atau terima keadaan dengan kepala dingin. Nggak sama antara diam dan sabar.

Kokoh: Tenang, Jernih, dan Punya Kendali

Kalo sabar itu bukan diam, maka inti sabar yang sesungguhnya adalah kokoh. Kokoh di sini bukan berarti kaku atau keras kepala. Kokoh berarti tetap tenang saat situasi memanas, tetap jernih dalam berpikir ketika emosi pengen ambil alih, dan tetap punya kendali atas diri sendiri. Itu yang bikin beda antara cuma menahan marah dan benar-benar sabar.

pohon kokoh berdiri tegak meski diterpa badai, simbol sabar yang kokoh

Gw menganalogikannya begini; orang yang sabar itu kayak pohon besar. Angin badai bolak-balik, ranting mungkin goyang, tapi akarnya kuat (gak roboh.) Dalam kehidupan sehari-hari, arti sabar yang benar itu terlihat dari reaksi kita, nggak langsung teriak, nggak balas dengan statement yang nyakitin, tapi nyelesaiin masalah dengan kepala dingin.

Secara praktis, menjadi kokoh berarti pake beberapa langkah kecil; tarik napas dalam sebelum merespon, ulangi apa yang didengar supaya jelas (biar komunikasi suami istri atau rekan kerja nggak salah paham), dan kasih jeda sebelum ambil keputusan. Itu bukan pasrah, itu sabar dalam kehidupan sehari-hari yang aktif dan bertanggung jawab.

Ingat! Kokoh bukan berarti jadi batu dan ngotot. Kokoh itu elastis; bisa menahan, tapi juga bisa belajar dan berubah. Dengan memahami perbedaan sabar dan pasrah, kita bisa latihan sabar yang sehat yaitu sabar yang menenangkan hati, berpikir jernih, dan menjaga hubungan tetap baik tanpa memendam rasa benci atau dendam.

Bahaya Salah Kaprah Soal Sabar

Banyak orang ngasih label “sabar” ke orang yang diem. Padahal itu bahaya. Kalau kita terus-terusan dikira sabar padahal sebenernya lagi memendam amarah, lama-lama itu jadi bom waktu. Sekali meledak, yang keluar bukan cuma suara, tapi ucapan yang bisa nyakitin dan susah ditarik lagi.

Gw pernah ngalamin. Disuruh sabar terus akhirnya gw ngerasa gak dihargai. Yah, maklum lah di Indonesia terbiasa dengan konsep kalau kakak itu harus ngalah dan sabar. Alhasil gw yang adalah anak pertama dengan 2 orang adik dengan beda umur 5-6tahun selalu dipaksa untuk sabar dengan konsep yang salah. Bukan karena pengin ribut, tapi karena perasaan itu dikubur. Hasilnya? Gw malah punya kebiasaan nyindir halus dan nyimpen dendam. Itu bukan sabar yang sehat. Itu kebiasaan meracuni diri sendiri.

Ini salah kaprah lain soal sabar, ini lebih mirip munafik. Sabar bukan berarti lu kudu pura-pura baik terus, padahal luka di hati makin dalam. Sabar yang salah bikin komunikasi mandek. Orang di sekitar gak ngerti apa yang sebenarnya lu rasain karena lu "diam sabar", padahal yang terjadi di dalam beda banget. Itu namanya munaroh. hahaha.

Makanya penting buat bedain. Kalau lu ngerasa sering nyimpen dalam hati, coba tanya ke diri sendiri: "ini sabar atau cuma nahan?" Kalau cuma nahan, cari cara sehat untuk nge-release. Ngobrol, latihan tarik napas, nulis jurnal, atau minta waktu 10 menit buat tenang sebelum balik ngomong. Lebih baik proses pelan tapi jelas daripada nunggu ledakan yang nyakitin semua pihak.

Belajar Kokoh dari Hal-Hal Kecil Sehari-hari

Kokoh itu nggak langsung jadi dalam semalam. Bukan kayak upgrade firmware yang tinggal klik “install now”. Kokoh dibangun dari kebiasaan kecil yang konsisten. Jadi kalo lo mau beneran paham bahwa sabar itu bukan diam melainkan sabar itu kokoh, mulai dari hal sepele sehari-hari dulu.

Contoh gampang: pas lagi antre di kasir, ada orang yang nyerobot. Reaksi 1: ngomel, bikin drama, dan bikin suasana makin runyam. Reaksi 2: bilang baik-baik, atau tarik napas, pindah antre, dan inget kalau marah nggak bikin belanjaan jadi gratis. Orang yang kokoh memilih reaksi 2. Bukan karena penakut, tapi karena dia pegang prinsip "nggak mau energi dia dipakai buat hal negatif."

Latihan lain yang disarankan adalah micro-pause. Sebelum jawab chat yang makin memanas, gw tarik napas dua kali, baca pesan sekali lagi, lalu baru balas. Kadang cuma tambahin beberapa kata yang bikin atmosfirnya beda seperti "Gw ngerti, tapi begini..." Bukan stop komunikasi, tapi kontrol respon. Itu contoh sabar dalam kehidupan sehari-hari yang efektif.

Di rumah juga berlaku. Misalnya anak lo nangis, jangan langsung naik suara, coba deketin, tanya pelan, kasih pilihan sederhana. Atau misalnya di kantor, waktu rekan kerja salah data, gw pilih klarifikasi dulu daripada langsung nyinyir. Kebiasaan kecil kayak gini lama-lama ngasah otot sabar lo jadi kokoh (bukan tipuan diam tapi kekuatan nyata.)

Praktik cepat yang bisa dicoba:

  • Tarik napas 4-4-8: tarik 4 detik, tahan 4 detik, hembus 8 detik.
  • Terapin jeda 10 menit sebelum balas pesan yang bikin emosi.
  • Catet satu hal positif yang terjadi hari itu sebelum tidur (bikin mindset tetap tenang.)

Intinya, jangan remehkan hal kecil. Latihan-latihan sederhana itulah yang bikin lo nggak gampang goyah waktu badai datang. Dan kalau lo konsisten, orang bakal bilang lo sabar, tapi kali ini sabar yang bener yaitu dari luar tenang, dari dalam kokoh. Mirip kaya tagline minuman kesehatan ya; Calm Outside, Strong Inside. Hahaha.

Gimana menurut lo? Pernah ngerasain diam yang ternyata bukan sabar? Tulis pengalaman lo di kolom komentar ya!

Salam hangat,

-Alvi-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku, Pikiranku, Perasaanku

Hai guys. Dengan gw Alvi. Pernah nggak sih merasa emosi banget terus melakukan sesuatu terus ujung-ujungnya nyesel karena nggak mikir panjang untuk melakukan hal tersebut? Atau, pernah gak tiba-tiba bikin keputusan cuma gara-gara terpengaruh omongan orang lain? Kalau iya, kamu nggak sendirian. Sebenarnya itu wajar. Tapi kita juga harus tau kalau itu adalah sesuatu yang salah. Gw akan mulai dengan sebuah pertanyaan "Siapakah aku?" Jawaban sederhananya, aku adalah pemilik semua yang aku miliki. Pikiranku, perasaanku dan tubuhku adalah milikku. Artinya aku bukanlah pikiranku, perasaanku dan tubuhku. Harusnya aku yang mengendalikan milikku. Jangan sampai milikku yang mengendalikan aku. Kalau aku punya uang artinya jangan sampai uang mengendalikan aku. Semoga sampai sini bisa di pahami ya. Pikiran dan Perasaan Itu Hanya Input Kita sering lupa (Atau bahkan gak tau) kalau pikiran dan perasaan itu harusnya cuma sebagai input buat diri kita (aku), sama selayaknya masukan yang kita ...

40 Pelajaran Hidup di Usia 40 Tahun ala Raditya Dika

Walaupun umur gw sekarang masih 31 tapi tidak ada salahnya belajar dari orang berusia 40 tahun. Apa lagi Raditya Dika adalah idola gw sejak jaman SMP ketika penampilah dia selalu terlihat seperti orang baru bangun tidur. hahaha. Dari 40 poin yang di sampaikan Radit, yang menurut gw paling penting dan gw setuju banget adalah nomor 32. Oke langsung aja 40 Pelajaran Hidup di Usia 40 Tahun ala Raditya Dika yang gw simak dari youtube Raditya Dika. 1-5: Menerima Diri dan Menjaga Kehidupan Sosial 1. Tidak apa-apa menjadi orang aneh Penting banget menjadi diri sendiri dan menerima keunikan kita, meskipun sering dianggap aneh oleh orang lain. Keberanian untuk tampil beda bisa menjadi modal berharga. Ini adalah prinsip yang sudah gw pegang sejak lama. Gw gak pernah ragu untuk di pandang aneh karena pemikiran yang berbeda dari kebanyakan orang. 2. Jangan gosipin orang Hindari pembicaraan yang tidak produktif dan fokus pada hal-hal yang lebih bermanfaat. Ini mengajarkan kita untuk lebih...

[CERPEN] Gus Miftah Gagal Seleksi PPPK Karena Tukang Es Teh

Sebuah Cerpen dari Catatan Alvi. Di sebuah desa bernama Ketapang Sari, Gus Miftah dikenal sebagai tokoh agama yang selalu membawa suasana ceria ke mana pun dia pergi. Ia sering berdakwah di tempat-tempat tak biasa, seperti warung kopi, pasar malam, bahkan di depan gerobak bakso. Karismanya memikat siapa saja, tetapi ada satu kelemahan Gus Miftah: dia kadang suka berbicara terlalu ceplas-ceplos. Hari itu, kabar mengenai seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mulai ramai dibicarakan. Posisi untuk guru agama dibuka, dan Gus Miftah merasa terpanggil. “Insya Allah, ini kesempatan bagus,” ujar Gus Miftah kepada santrinya. “Kalau saya diterima, bisa jadi jalan dakwah yang lebih luas.” Santri-santrinya mendukung penuh. “Tapi Gus,” kata Mukhlas, salah satu santri senior, “kalau ikut seleksi, Gus harus lebih hati-hati bicara. Kadang celetukan Gus bikin orang lain baper.” “Ah, itu kan cuma gaya saya. Santai saja, Mukhlas,” jawab Gus Miftah sambil tersenyum lebar. --- Ha...