Hai guys. Dengan gw Alvi. Gw mau bahas satu hal yang sering dianggap sepele tapi berdampak besar, yaitu kita diajarin minta maaf sejak kecil , tapi jarang diajarin gimana caranya memaafkan orang (sekalipun orang itu nggak pernah minta maaf). Bagus sih anak harus diajar minta maaf karena itu soal tanggung jawab. Ketika salah maka harus minta maaf supaya dimaafkan. Biasanya anak kecil disuruh salaman sama orang tua atau guru. Dan kebiasaan tersebut bisa membuat kita menyimpulkan kalau memaafkan itu harus ada yang duluan minta maaf. Masalahnya, kalo kita cuma bisa memaafkan kalau ada kata "maaf" duluan, hidup bakal penuh tunggu-tungguan. Padahal, memaafkan tanpa diminta itu penting buat kesehatan hati kita sendiri. Bayangin aja, orang udah minta maaf aja belum tentu kita bisa maafin, apa lagi ini orangnya gak sadar kalau sudah melukai kita. Waktu kecil kemungkinan kita tinggal di lingkungan homogen . Misalnya kaya gw, tinggal di lingkungan yang mayoritas beragama Katolik dan ...
Hai guys. Dengan gw Alvi. Judul tulisan gw kali ini gw kutip dari sebuah buku yang ditulis oleh Susan Cain berjudul Quiet : The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking. Ini bukan ringkasan atau review atau sinopsis dari buku Quiet ya guys. Kalau ada yang lagi cari sinopsis buku Quiet di google terus nyasar kesini bisa langsung undo kalau sedang terburu – buru. Atau kalau punya sedikit waktu bisa baca beberapa paragraf dulu. Siapa tau apa yang akan gw ceritakan ini mirip seperti yang kalian sedang atau pernah rasakan. Oke lanjut. Banyak orang mengira kalau orang seperti gw dan teman – teman lain yang hobi nulis di blog kaya gini adalah orang yang pendiam. Hmm. Bisa jadi kalian benar. Kalau gw berpikir; bisa jadi sejatinya kami adalah orang – orang yang tidak banyak suara. Gw sebut “sejatinya” karena memang gak semua orang pendiam itu terlihat tidak banyak bersuara. Dan yang uniknya, tidak semua orang yang terlihat tidak banyak bersuara merasa pendiam. Sebuah fakta uni...