Langsung ke konten utama
Selamat datang di Catatan Alvi - Sebuah jejak pemikiran. Karena saya mulai mudah lupa.

Belajar Memaafkan Tanpa Menunggu Permintaan Maaf — Cara Jadi Kokoh Biar Nggak Selamanya Terikat Luka

Hai guys. Dengan gw Alvi. Gw mau bahas satu hal yang sering dianggap sepele tapi berdampak besar, yaitu  kita diajarin minta maaf sejak kecil , tapi jarang diajarin gimana caranya memaafkan orang (sekalipun orang itu nggak pernah minta maaf). Bagus sih anak harus diajar minta maaf karena itu soal tanggung jawab. Ketika salah maka harus minta maaf supaya dimaafkan. Biasanya anak kecil disuruh salaman sama orang tua atau guru. Dan kebiasaan tersebut bisa membuat kita menyimpulkan kalau memaafkan itu harus ada yang duluan minta maaf. Masalahnya, kalo kita cuma bisa memaafkan kalau ada kata "maaf" duluan, hidup bakal penuh tunggu-tungguan. Padahal, memaafkan tanpa diminta itu penting buat kesehatan hati kita sendiri. Bayangin aja, orang udah minta maaf aja belum tentu kita bisa maafin, apa lagi ini orangnya gak sadar kalau sudah melukai kita. Waktu kecil kemungkinan kita tinggal di lingkungan homogen . Misalnya kaya gw, tinggal di lingkungan yang mayoritas beragama Katolik dan ...

Akibat Menyepelekan

Harapan terbesar dari mayoritas orang yang baru saja di wisuda pastilah mendapatkan pekerjaan. Dan karena gue sudah mulai bekerja sejak gue semester 5 maka harapan terbesar gue setelah wisuda adalah mendapatkan pekerjaan baru yang jauh lebih baik dan sesuai dengan bidang studi kuliah gue. Sebenarnya yang terpenting adalah mencari kerja. Sesuai bidang studi atau tidak itu urusan belakangan. Tapi bukan itu yang akan gue bahas kali ini.

Suatu hari sekitar bulan September 2016 gue (bisa dibilang secara tiba – tiba) tertarik untuk melamar pekerjaan di suatu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang penyedia listrik yaitu PLN. Alasannya simple. Karena PLN perusahaan besar dan menurut gue disana tempat yang tepat untuk gue bisa memulai karir sebagai seorang akunting. Dan ternyata saat gue cari – cari informasi ternyata perusahaan tersebut sedang membuka lowongan pekerjaan. Tapi syarat yang begitu banyak membuat gue akhirnya berpikir “Ah nanti saja apply-nya. Masih lama ini batas akhirnya.”

Suatu hari pacar gue memberikan informasi kalau PLN sedang membuka lowongan dan mengajak gue untuk melamar. Dia begitu semangat untuk melamar yang akhirnya memaksa gue juga untuk segera melamar karena mau gak mau gue juga harus menemani dia mencari dokumen – dokumen yang diperlukan untuk melamar.

Singkat cerita akhirnya gue, pacar gue dan dua orang sahabat pacar gue yang juga merupakan teman gue sudah resmi terdaftar sebagai peserta seleksi. Sebelum masuk ke seleksi tahap pertama semua peserta di saring sesuai dengan kriteria posisi dan kelengkapan dokumen yang sudah di-upload ke website rekrutmen. Dan sekitar tanggal 26/10/2016 keluar daftar peserta yang dapat mengikuti tes seleksi. Seleksi diadakan di beberapa kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, Palembang, Padang, Banjarmasin dan Makasar. Gue pastinya ikut tes di Jakarta. Di Lokasi tes Jakarta dibagi menjadi 2 Tahap. Tahap 1 untuk jurusan teknik dan tahap 2 untuk non teknik. Untuk peserta tahap 1 Jakarta ada 2.943 orang dan untuk tahap 2 Jakarta ada 10.832 orang.Itu artinya gue bersaing dengan 10.831 peserta.

Gue mendapat jadwal tes pertama yaitu General Aptitude Test (GAT) tepat di tanggal ulang tahun gue. Gue tes tanggal 13 Desember 2016 sedangkan pacar gue keesokan harinya. Nyokap gue memberi gue semangat dengan bilang “semoga dihari ulang tahun kamu membawa keberuntungan buat kamu ya”. “Amin” Gue mengamini doa nyokap gue. Dan ternyata benar. Tanggal 12/01/2017 keluar pengumuman daftar peserta yang lolos ke seleksi berikutnya dan nama gue tercantum disana bersama dengan 3.853 nama peserta lainnya. Sayangnya nama pacar gue dan dua orang temannya tidak lolos tes tersebut.

Tanggal 16/01/2017 gue mengikuti tes kedua yaitu Bahasa Inggris dan Akuntansi (Sesuai bidang gue). Disini gue sempat merasa kurang percaya diri karena kata orang sih tes bahasa Inggris di perusahaan tersebut akan sangat sulit. Bukan cuma tes Bahasa Inggris yang membuat gue kurang PD. Dari banyak tes yang pernah gue ikuti untuk mendaftar perguruan tinggi ketika lulus SMA gue selalu gagal di tes akademik. Gue merasa akan gagal juga di tes akademik kali ini kalau gue gak mempersiapkan diri dengan matang. Alhasil H-2 sebelum tes gue mengeluarkan semua buku pelajaran akuntansi bekasi kuliah gue yang masih tertata rapi digudang berhiaskan debu yang sangat tebal untuk sedikit dibaca- baca. Gue juga pelajari buku persiapan UN Bahasa Inggris SMA gue. hahahaha.. Disini gue beneran ketawa. Tanggal 1701/2017 keluar pengumuman peserta yang lolos ke tes berikutnya. Dan nama gue kembali tercantum disana bersama dengan 1.957 nama peserta lainnya. Puji Tuhan.

Tanggal 16/01/2017 tes Bahasa Inggris dan Akuntansi, tanggal 17/01/2017 pukul 23.14 pengumuman, dan tanggal 18/01/2017 pukul 08.00 gue sudah harus mengikuti tes ketiga yaitu psikotes. Disini gue merasakan percaya diri yang sangat luar biasa karena disetiap psikotes yang pernah gue ikuti entah itu saat mencari perguruan tinggi masa SMA atau saat melamar pekerjaan gue selalu lolos. Gue berpikir psikotes itu gak ada salah dan benar. Kita hanya akan dinilai kepribadiannya dengan bentuk – bentuk tes yang sudah disediakan. Namun disaat tes gue melakukan kesalah yang membuat gue cukup khawatir. Gue salah menulis nama gue. Karena tidak diperbolehkan di-tip-ex akhirnya gue menimpa nama gue yang salah itu dengan penulisan yang benar. Alhasil dari penulisan nama saja gue sudah “urek-urekan”. Gue sempat menanyakan kepada mengawas yang berjaga tentang kesalahan gue tersebut. Dan dengan senyum pengawas tersebut berkata,“Oh gapapa kok. Kata yang salah dicoret saja lalu ditulis pembetulan di samping atau atasnya.” Oke.. Gue keep calm dan melanjutkan tes dengan tenangnya. Tanggal 28/01/2017 pukul 22.19 keluar pengumuman peserta yang lolos ke tes berikutnya dan kali ini nama gue tidak tercantum diantara 790 nama peserta. Gue gagal di tes ketiga dari enam tes yang harus gue ikuti.

Selama satu minggu gue merasakan kecewa yang menurut gue ini kekecewaan terhebat yang pernah gue rasakan. Udah banyak banget yang berharap gue bisa diterima di perusahaan idaman banyak orang tersebut. Dan ini yang membuat gue pertama kalinya “nangis” karena sebuah kegagalan. Mungkin cuma Tuhan, pacar gue dan kalian yang tau ke-cengengan gue tersebut. Gue berpikir apa mungkin gue gak lolos karena kesalahan penulisan nama tersebut. Tapi setelah gue pikir – pikir, gue inget banget gimana gue sangat menyepelekan psikotes saat itu. Gue menganggap tes yang sudah biasa gue lalui tersebut sangatlah mudah. Bahkan gue sampai lupa berdoa. Kalau di tes pertama dan kedua gue selalu mengucap doa sesempat yang gue bisa, entah kenapa di tes ketiga ini gue sama sekali mengabaikan itu. Inilah kesalahannya. Akibat menyepelekan.

Akibat Menyepelekan

Itulah pengalaman gue gagal dalam sebuah tes akibat menyepelekan. Kalau kalian pernah mengabaikan nasihat orang tua untuk tidak menyepelekan segala sesuatu, semoga pengalaman gue ini bisa membuat kalian mempercayai hal tersebut.

Jika kalian punya saran buat gue (yang sebenarnya masih merasa kecewa), atau kalau kalian punya pengalaman yang sama dengan gue bisa kalian ceritakan di kolom komentar dibawah. Sekiranya kalian melihat manfaat dari cerita gue ini silahkan share di medsos kalian dan jangan lupa follow blog sederhana gue ini. ^_^

Salam hangat,

-Alvi-

Note : Artikel ini pernah saya posting di blog lama saya yaitu alvipunyacerita.wordpress.com pada 7 Februari 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku, Pikiranku, Perasaanku

Hai guys. Dengan gw Alvi. Pernah nggak sih merasa emosi banget terus melakukan sesuatu terus ujung-ujungnya nyesel karena nggak mikir panjang untuk melakukan hal tersebut? Atau, pernah gak tiba-tiba bikin keputusan cuma gara-gara terpengaruh omongan orang lain? Kalau iya, kamu nggak sendirian. Sebenarnya itu wajar. Tapi kita juga harus tau kalau itu adalah sesuatu yang salah. Gw akan mulai dengan sebuah pertanyaan "Siapakah aku?" Jawaban sederhananya, aku adalah pemilik semua yang aku miliki. Pikiranku, perasaanku dan tubuhku adalah milikku. Artinya aku bukanlah pikiranku, perasaanku dan tubuhku. Harusnya aku yang mengendalikan milikku. Jangan sampai milikku yang mengendalikan aku. Kalau aku punya uang artinya jangan sampai uang mengendalikan aku. Semoga sampai sini bisa di pahami ya. Pikiran dan Perasaan Itu Hanya Input Kita sering lupa (Atau bahkan gak tau) kalau pikiran dan perasaan itu harusnya cuma sebagai input buat diri kita (aku), sama selayaknya masukan yang kita ...

40 Pelajaran Hidup di Usia 40 Tahun ala Raditya Dika

Walaupun umur gw sekarang masih 31 tapi tidak ada salahnya belajar dari orang berusia 40 tahun. Apa lagi Raditya Dika adalah idola gw sejak jaman SMP ketika penampilah dia selalu terlihat seperti orang baru bangun tidur. hahaha. Dari 40 poin yang di sampaikan Radit, yang menurut gw paling penting dan gw setuju banget adalah nomor 32. Oke langsung aja 40 Pelajaran Hidup di Usia 40 Tahun ala Raditya Dika yang gw simak dari youtube Raditya Dika. 1-5: Menerima Diri dan Menjaga Kehidupan Sosial 1. Tidak apa-apa menjadi orang aneh Penting banget menjadi diri sendiri dan menerima keunikan kita, meskipun sering dianggap aneh oleh orang lain. Keberanian untuk tampil beda bisa menjadi modal berharga. Ini adalah prinsip yang sudah gw pegang sejak lama. Gw gak pernah ragu untuk di pandang aneh karena pemikiran yang berbeda dari kebanyakan orang. 2. Jangan gosipin orang Hindari pembicaraan yang tidak produktif dan fokus pada hal-hal yang lebih bermanfaat. Ini mengajarkan kita untuk lebih...

[CERPEN] Gus Miftah Gagal Seleksi PPPK Karena Tukang Es Teh

Sebuah Cerpen dari Catatan Alvi. Di sebuah desa bernama Ketapang Sari, Gus Miftah dikenal sebagai tokoh agama yang selalu membawa suasana ceria ke mana pun dia pergi. Ia sering berdakwah di tempat-tempat tak biasa, seperti warung kopi, pasar malam, bahkan di depan gerobak bakso. Karismanya memikat siapa saja, tetapi ada satu kelemahan Gus Miftah: dia kadang suka berbicara terlalu ceplas-ceplos. Hari itu, kabar mengenai seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mulai ramai dibicarakan. Posisi untuk guru agama dibuka, dan Gus Miftah merasa terpanggil. “Insya Allah, ini kesempatan bagus,” ujar Gus Miftah kepada santrinya. “Kalau saya diterima, bisa jadi jalan dakwah yang lebih luas.” Santri-santrinya mendukung penuh. “Tapi Gus,” kata Mukhlas, salah satu santri senior, “kalau ikut seleksi, Gus harus lebih hati-hati bicara. Kadang celetukan Gus bikin orang lain baper.” “Ah, itu kan cuma gaya saya. Santai saja, Mukhlas,” jawab Gus Miftah sambil tersenyum lebar. --- Ha...